TERIMAKASIH ANDA TELAH BERKUNJUNG KEHALAMAN RUMAH BLOGKU
Aku Mencintaimu Tak Hanya Sebatas Pipi. Namun,Lebih Dari Sekedar Hati. Sebab Engkau (tidak) Bagiku
Pengikut
Kamis, 19 Mei 2011
TENTANG PENYAIR
Minggu, 17 April 2011
2010
LORONG WAKTU
Lorong waktu dan penjara ruang
Adalah tempat hidupku berbaring
Menata kebaikan sekaligus menumbuh kembangkan
Dimana ketika pohon-pohon tumbang sibuk memeluk api
Barangkali batang tubuhku “kayu bag i neraka”
Dibiarkan terbakar sia-sia oleh usia
Di antara lorong-lorong panjang beraspal baja
Di situlah wajahku menepi
Menangisi harapan yang tak pasti
Di antara gedung-gedung perak keramik emas
Di situlah aku sendiri menangis
Menyesali hari kemarin
Sebab aku selalu mengalpakan ayat-ayat tuhan
TUHAN,
Terangi aku dengan cahaya-Mu
Bila aku berjalan di lorong gelap
Ketuklah pintu hatiku dangan rahmat-Mu
Bila aku sedang alpa pada shalat
Idzinkan aku melewati sirathul mustaqim-Mu
Dan” bismillahirahmanirrahim”
Kini aku mulai menata diri
14-04-2010
Masjid Jami’ An-nuqayah
I’TIKAF SUBUH
Di antara pohon-pohon yang duduk khusyuk
Mendiamkan diri
Aku mabuk menangkap tuhan
Lewat dzikir-dzikir burung pagi
27-04-2010
Bumi Annuqayah
PENGUNGSI
Akulah hewan pengungsi yang terjatuh
Dari punggung bulan Hawa dan Adam
Sebab engkau gagal merengkuh iman
Lalu kemudian aku senantiasa diam
Menabung nafas
Menyalakan kenangan mimpi yang tengah padam
Di gubuk bar-bar alam
Yang bernama “teka-teki”
Dan setelah malam purba
Aku ingin pulang ganti baju
Ketanah asal bulan-Mu bulan negeriku
Rumah abadi bagi kehidupan
Bukan pengungsian
22-04-2010
Guluk-guluk
KOLAM PUISI
MALAM PERTAMA SEUSAI PERKAWINAN SIANG
Aku telah hijrah kelangit lain, kelangit kama rmu
Barangkali ruang terakhir bagi dunia kehidupan
Malam pertama seusai perkawinan siang
Nyala liln dan lampu kecil kau matikan dengan diam
Aroma parfum serta wewangi zaitun lainnya
Sisah dari siang yang dipakai menusuk ruang hidung
Menyalakn lampu-lampu nafsu
Dengan sengaja aku meraba batang tubuhmu
Penuh birahi
Benjolan sepasang tanah di ladang dadamu
Tak mampu kuratakan dengan cangkul palma ku
Namun engkau malah meronta menggeliat penuh
Selangit nikmat
Ketika separuh lobang lengket satu-satunya hadiah milikmu
Tersumbat tongkat yang warna cokelat
Juga satu-satunya hadiah milikku
Malam pertama seusai perkawinan siang
Aku ingin ejakulasi seratus kali lagi
Menikmati hidup dan tak ingin mati
Setelah sah engkau –
Jadi milikku
Ruang gela p
RUMAH CINTA
Sejauh tajuk aku berpeluk
Mengitari taman bunga didadamu
Lalu aku pulang kerumah cinta
Bersama rindu
Lubangsa.
SEPIKU YANG KESEKIAN
Seperti biasa berulang
Aku duduk telanjang mengenangmu
Dikursi alam
Hangat air mata tumpah
Membanjiri rumah laut
Entah siapa yang akan memakan sepi
Jam ruang yang tak berisi
Ingin kulipat malam
Lalu kubentangkan kalender sunyi
Diatas arloji diatas hari-hari kesepian
Mengenangmu
Lubangsa.
MALAM PERTEMUAN
/1/
Aku pergi ke pesta
Dengan tubuh yang paling sutra
/2/
Dibibirmu, aku ingin memakan bulan
Sampai habis batas musim.
Lubangsa.
KOLAM PUISI
NARASI SIANG TENTANG LUKA
-Buat Roro Andiny
“Kau lukaiku dengan tombak lisanmu
Semenjak denting waktu mengepul rindu”
Kala itu…aku benar-benar terluka oleh ulah cinta
Tak usa h kau palingkan muka ; katamu
Sebab di balik malam telah tersimpan berjuta cahaya
Begitu juga dengan cinta ; katamu lagi
Sambil menyumbat sepasang telingaku dengan
Sebajan air mata
Dan barangkali aku tak kuasa meracik kata
Tuk menjadi sebuah bumbu cinta
Kau-aku bagai Dewana mengelana rung dan lesak waktu
Tak pulang-pulang mengejar rindu…
-hingga lelah
Jadi nyala api menjalar bakar jiwa
dan rongga tubuh
Lubangsa
CATATAN DARI BILIK HIJAU
Segala sunyi telah sah jadi milikku
; pun ENGKAU…
- bila kurindu
Bilik hijau
AKULAH PEMBURU KATA YANG RAHASIA
Kulayarkan imaji, kesumsum langit
Bahkan hingga peru t bumi, namun tak kutemukan apa-apa
Kecuali sebilah lelah dan asap dupa
Mengepul dari sekerat mulut matahari
Siang yang menyambalewa lindap keruang juana
Mambekukkan sendi-sendi kecil tempat Khidir duduk bertapa
Lalu sepasang bintang datang menjemputmu
Dan membawamu pergi kenegri Planet
Sehingga aku kehilangan jejak dalam sajak
Kemudian kelelawar-kelelawar buta
Mencari malam keliang waktu
Melacak jejak dari jalan terjal yang paling purba
Serentak belok kan an mencuri jarak
Dan aku terus berlari mengejar pendar
Melacuri siang kata-kata
Hingga pada sepasang jingga matamu
Baru kutemukan lima huruf abjad yang rahasia
Kemudian kurangkai menjadi kalimat paling sempurna
Dan tentunya hasil lacak jejak pasak
Meski dalam sajak
Tolong jangan di sobek
Lubangsa
MALAM PERTAMA SEUSAI PERKAWINAN SIANG
Aku telah hijrah kelangit lain, kelangit kama rmu
Barangkali ruang terakhir bagi dunia kehidupan
Malam pertama seusai perkawinan siang
Nyala liln dan lampu kecil kau matikan dengan diam
Aroma parfum serta wewangi zaitun lainnya
Sisah dari siang yang dipakai menusuk ruang hidung
Menyalakn lampu-lampu nafsu
Dengan sengaja aku meraba batang tubuhmu
Penuh birahi
Benjolan sepasang tanah di ladang dadamu
Tak mampu kuratakan dengan cangkul palma ku
Namun engkau malah meronta menggeliat penuh
Selangit nikmat
Ketika separuh lobang lengket satu-satunya hadiah milikmu
Tersumbat tongkat yang warna cokelat
Juga satu-satunya hadiah milikku
Malam pertama seusai perkawinan siang
Aku ingin ejakulasi seratus kali lagi
Menikmati hidup dan tak ingin mati
Setelah sah engkau –
Jadi milikku
Ruang gela p
RUMAH CINTA
Sejauh tajuk aku berpeluk
Mengitari taman bunga didadamu
Lalu aku pulang kerumah cinta
Bersama rindu
Lubangsa.
SEPIKU YANG KESEKIAN
Seperti biasa berulang
Aku duduk telanjang mengenangmu
Dikursi alam
Hangat air mata tumpah
Membanjiri rumah laut
Entah siapa yang akan memakan sepi
Jam ruang yang tak berisi
Ingin kulipat malam
Lalu kubentangkan kalender sunyi
Diatas arloji diatas hari-hari kesepian
Mengenangmu
Lubangsa.
KOLAM PUISI
MALAM SETAPAK SUNYI
Malam setapak sunyi, sesunyi gela p pada matamu
Dari arah derana hanya terdengar lagu
Tahlil menggema
Mencairkan malam sedetik waktu
Sejenak aku berdiam di ruang matamu
Melanggamkan lagu rindu…
Air mata
Getah batu
Ombak
Laut
Cadas
Karang
Angin
Gelisah langit
: hancur seketika –
Bersama itu
Guluk-guluk
SEHABIS BATAS MUSIM
Sampai beku musim penghujan ini
Serupa deras senyum kemarau melintas
Pada gugurnya kekeringan siang sempat kutulis
Sebaris sajak tak pernah tuntas
Berupa rindu yang tak bermusim
Sampai langit-limit menggirng mendung
Aku akan tetap merantau mengelana
Lautan pulau-pulau luka
Tempat Yusuf dan Zulaiha bertapa
Menggalang lara
Seperti biasa aku kembali menagih hujan
Di tanah rentang kemaraumu
Selama hutan di tengah ladang dadaku
Tetap berbuah sebidang rindu
: Dan sungai-sungai kering itu
Masih mengalir keteluk Nil dimensimu
Lubangsa
ANGIN SIANG PEMBAWA KABAR
Tiba-tiba sing berubah api
Semula segar seperti sepoi
Lirih merintih dari hati kehati
Daun-daunmu melambai
Laksana sebidik sampan terkepak badai
Seketika angin siang pembawa kabar
Meluruhkan kenangan akbar
Melempar tubuhku pada sesaka bisu
Aku tak kuasa menebar kata
Sebab engkau telah dustai cinta
Sesekali kuputar bayang kesudut ruang
Tempat engkau aku dulu berkabung
Sebelum kenangan terbakar siang
Jadi arang
Gilingan
SEPARUH MALAM SYA’BAN 00.00 WIB
Kutemukan tubuhmu
Sedang berbaring di atas bulan
Kirtase’
KOLAM PUISI
HEROIN
Kau membunuh” hatiku”
Ketika bocah-bocah bugil
Sibuk melempar batu
Jadung
SAMUDERA DO’A
Setelah berabad-abad kubabat biru langit
Merajam hujan pada persaksian kelam,
- hunjam
Tujuh Nabi bertasbih atas lukaku dan sedih
Menisbatkan gumam do’a sepenghujung siang
Dalam do’a
Aku telah pasrah pada cinta
Karena ia adalah ruh kehidupan sekaligus kematian
Dan engkau sebagai tempat aku memendam nafsu
Telah terjungkal berkubur kegelembung waktu
Kini aku mendengungkan mimpi
Di atas niat suci
Membubarkan lumur dosa
Lewat Satu yang kupinta “tuhan mengapura”
Semoga….
Kamar tangis
BAIAT KAU-AKU
/1/
-maha terkasih
Aku akan berhenti merindukanmu
Jika langit meruntuhkan
Matahari di hatiku
/2/
-bulan pun terbakar
;Lalu sirna bersama segudang cinta
Kamar hijau
Menjelang Tidur
BELANTARA MUSAFIR LUKA
Siang pecah tiba-tiba
Menghempas semesta dan danau toba
Serupa angin melepas gemuruh tarian rindu
Mengubah abjad Lam runtuh pada bibirmu
Siang pecah tiba-tiba
Cahaya merobek mendung
Di antara kegelapan malam tak berujung kepalsuan
Sepasang bidadari bugil melempar pandang kearah tatapan
Aku mencaba curi-sari sebidang senyum hilang
kemarin di waktu luka
Siang pecah tiba-tiba
Tanahku bengkak malammu retak kita belajar berkurung sepi
Meng-Qarib nyanyian sunyi melacuri imaji
Lumpur-lumpur pada nganga luka
Pada renta pasir yang nyaris terlupa
Semua berjejal bersama
Disini “aku ingin jadi penyair ” tapi tak ada kata-kata
Semua kering menguning bersama engkau
Setelah aku tak mampu menyulig kemarau
dengan airmata
Dan gugur belantara musafir luka
Jadung
KOLAM PUISI
NARASI NION
Pada gelap yang maghrib
Getar daun palma susut pada telapak musim
Membentuk narasi nion
Dan selembar bayang entah rautmukah
Menyamar samar dibalik dhamar mataku
Pada tatapan kosong makin mendekat
Sedekap erat sepeluk gincu
Aku meronta hingga asap nafas sesak
Seketika selembar bayang itu menjauh
Dan namamu pun makin gelap untuk kuucap
: kekasih !
Sumenep
SPEKULASI MALAM
- :maha rindu
( engkau telah lama menjelma buronan sepi
Dan hampir sempurna meracik malam dengan
Tungku api )
Andai bisa kukerat separuh malam kesunyianmu
Mungkin bintang tidak usah menukas bulan
Jadi purnama
Sebab cahaya yang menyambalewa telah sempurna
Menyerupai bayangan lain
( diantara dedak lumpur berkilas batu
Serupa kembang di layarkan kearah sunyi
Lalu kau cakar perasaanku dengan imaji rindu)
Kelopak pipimu yang lesung itu
Tak henti-henti mengalir madu
Melepas rambatnya hingga usai dahaga jiwa
Dan sepasang elang matamu adalah persaksian
Bagi kesucian cinta;
Serta pada diam sajak-sajakku
Setelah lama kita menjelma buronan sepi
Melukis malam dengan kembang api
Guluk guluk
SEUSAI JALAN-JALAN DI PASIR PUTIH
Senyummu sungguh mampu
Membelah mendung didadaku
Menyalakan bebintang dan nion sketsa hitam
Hingga hujan tidak akan lagi turun
Membasahi ladang mata
Kerudung putih yang kau pakai
Adalah kelambu musim bagi gigil bugil
Pemburu ingin sekali erat memeluk tulang punggunnya
Menggumamkan rindu sepengdingin hujan
Seperti kemarin tentang malam
Aku sering mengigau memburu kata yang rahasia
Lewat matamu, hidung, lengan, dan tulang bibirmu
Hingga seluruh bulu tubuhmu adalah huruf abjad
Kurangkai menjadi kalimat syahadad
Menjadi prasati bisu dalam batu zabarjad
Meski entah sekarang aku lupa mengejanya,!
Aku lupa engkau kemana….
Guluk guluk
KOLAM PUISI
FRAGMENTASI HUJAN DIATAS CIUMAN
Aku ingin meraba malam
Setajam hujan menggali lehermu
Memutar mimpi dan sepi yang kian menipis
Aku ingin merangkak
Selarat ombak berpijak
Membunuh sisah matahari
Hingga sepasang bintang pulang
Keperaduan malam
Membuka kenagan tanggal
Siang pun hilang tampa pekabar waktu
Pada kalender lusuh permata rindu
Aku kembali mengejar kenangan sampai kematian
Benar-benar kuyup pada tangkai embun
- antara aku
dan engkau pun semakin lengang
untuk kurindukan lagi
setelah hujan tangis
jatuh diatas ciuman
Guluk-guluk
NIAT SUCI MEMBAKAR KERINDUAN
-untukmu maha Dewi
Pertama aku
Memasuki kota halaman rumahmu
Adalah niat suci membakar kerinduan
Yang gagal jadi pelukan
Selanjutnya…
Menatap tajam silet lurus metamu
“serat bulan susut pada telapak musim
Sedang bintang kedinginan pagan selimut
Alam beringsut kemulut laut”
Sedangkan aku hanya terkulai dengan diam
Menghitung berat-lubang lampat
Dan pada akhirnya
; aku kehilangan alamat
Jadung mania
ISYARAT DIAM
Pagi mengepul seasap kopi, di kaki matahari
Katakata membusuk tanah bengkak
Membesuk tubuh lues cempaka
Diam tampa terpaan angina
Ya, bunga itu diam pagi sekali
Sepagi diamku melukis putik senyummu
Pada skertsa buram
Sisah semalam tak usai kuselam
Sebab laut rindu terlalu dalam untuk direnangi
Meski kematian adalah sebatas pengorbanan
Tak lebih dari itu
:cukup kesetian
Kau dan aku
Kamis, 14 April 2011
KOLAM PUISI
MELUKIS NAMAMU
Aku ingin melukis namamu, kekasih
Dengan setetes airmata
Agar bulan milikku
Dihatimu tidak terbakar
Dan kau selamanya
Tetap menjadi penghuni surga
Se-amsal setia kembang pada tatapan kumbang
Sebenarnya lebih dari itu, kekasih
Aku masih ingin melukis lagi namamu
Pada trotoar jalanan disetiap derap langkah
Dilembar-lembar dedaunan pada diary hijau
Dan pada segala diam bagi kesunyian puisi
Hingga putih purnama masih menyala
Dan tetap utuh dilangit hatiku–hatimu
karena aku telah berhasil membakar segala kesunyian
meski hanya sebatas melukis namamu
dengan tetes hujan kerinduan
Dan kini, kekasih
kita samasama menyusuri jejak waktu
mengejar pendar saban matahari
meniti-nata cinta dan memulai
rindu baru
guluk-guluk
CLBK
Rembulan bersinar lagi
Ketika separuh kemala;
Hampir tenggelam di jam-jam sunyi
guluk-guluk
PURNAMA 1
Tatapanmu adalah pintu sorga dunia
Bolehkah aku…
Jadi kunci kontolnya ?
Guluk-guluk
AKULAH AIR MATA LANGIT
Aku adalah seperti juga bara api
Yang terbakar oleh perasaan lautan
Ketika bukit-bukit karang menghancurkan batu
Dan melempar aku dalam kemala hatimu
Yang bernama cadas “kerinduan”
Aku hilau dilindap halimbubu
Kancap luka, serta jibun air mata
Melinang sepanjang terowongan waktu
Hidupku sangsai melanglang buana
Melngkah tampa arah
Melintasi sabana
Kamar Penantian
AKULAH MALAIKAT CINTA
Akulah malaikat cinta
Datang dari negeri hampa
Mengendarai senyuman dan air mata
Dimana ketika kata-kata rindu
Menjadi bisikan bisu dalam mulut alam
Nyanyian-nyanyian angin nafasku
Berubah kesunyian yang mencekam
Akulah malaikat cinta
Yang setia merangkai kisah, membangun kuil para dewa pecinta
Diantara reruntuhan langit dan pecah matahari
Tentang roh laut yang menyalakan bara api
Aku serupa getir petir bergetar; kedinginan
- dihadapan tubuh angin
menunggu pagi membuka kerudung layu
dari kerling matamu
kemudian kukalungkan pada bulan,
pada purnama yang brsinar terang dipundakku
akulah malaikat cinta
datang dari negeri hampa tuk mengajarkan kasih sayang, kesetiaan
rahasia rahasia air merta jiwa,serta kematian;
dan seluruhnya utuh kepadamu
Guluk guluk
MORNING DI PASAR CANDI
Janur kuning jumpalitan di udara
Angin berkesiur mengelus pasir
Bergerak laju cepat menyesiri lorongan lombang
Mengapungkan sampan-sampan kecil
Dari selat alis, matamu laut
“ya, matamu arus laut, aku ingin berlayar pandang
Menuju samudera indah cintamu”
Mengendarai kasih sayang perahu kesetiaan
Di tangan kanankiriku, bulan dan matahari bekecupan
Kawanan burung berlarian terbang membelah awan
Kemudian masuk kererimbun sejuk rambutmu
Angin – ingin sekali diam melamar pagi
Sesekali cabut helai rerambutmu
Buat sarang burung di pohonan rindu
Agar laut tetap biru
Se-amsal dulu waktu pertama kita bertemu
Morning di pasar candi
Langganan:
Postingan (Atom)