MALAM SETAPAK SUNYI
Malam setapak sunyi, sesunyi gela p pada matamu
Dari arah derana hanya terdengar lagu
Tahlil menggema
Mencairkan malam sedetik waktu
Sejenak aku berdiam di ruang matamu
Melanggamkan lagu rindu…
Air mata
Getah batu
Ombak
Laut
Cadas
Karang
Angin
Gelisah langit
: hancur seketika –
Bersama itu
Guluk-guluk
SEHABIS BATAS MUSIM
Sampai beku musim penghujan ini
Serupa deras senyum kemarau melintas
Pada gugurnya kekeringan siang sempat kutulis
Sebaris sajak tak pernah tuntas
Berupa rindu yang tak bermusim
Sampai langit-limit menggirng mendung
Aku akan tetap merantau mengelana
Lautan pulau-pulau luka
Tempat Yusuf dan Zulaiha bertapa
Menggalang lara
Seperti biasa aku kembali menagih hujan
Di tanah rentang kemaraumu
Selama hutan di tengah ladang dadaku
Tetap berbuah sebidang rindu
: Dan sungai-sungai kering itu
Masih mengalir keteluk Nil dimensimu
Lubangsa
ANGIN SIANG PEMBAWA KABAR
Tiba-tiba sing berubah api
Semula segar seperti sepoi
Lirih merintih dari hati kehati
Daun-daunmu melambai
Laksana sebidik sampan terkepak badai
Seketika angin siang pembawa kabar
Meluruhkan kenangan akbar
Melempar tubuhku pada sesaka bisu
Aku tak kuasa menebar kata
Sebab engkau telah dustai cinta
Sesekali kuputar bayang kesudut ruang
Tempat engkau aku dulu berkabung
Sebelum kenangan terbakar siang
Jadi arang
Gilingan
SEPARUH MALAM SYA’BAN 00.00 WIB
Kutemukan tubuhmu
Sedang berbaring di atas bulan
Kirtase’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar